top of page
Gambar penulissean.

Memaafkan, Tidak Pernah Merugikan Siapa Pun


ˏ 𓏧 𓏲 𓏲 𓏲 𓋒 𓏲 𓏲 𓏲 𓏲 𓏧 ˎ


Mungkin diantara kita udah pernah di titik lelah ke hidup yang kita jalani selama ini. Mungkin kecewa terhadap situasi mungkin juga kecewa pada seseorang. Rasa kekecewaan itu mungkin tidak seberapa ketika kita dikecewakan oleh diri kita sendiri karena masih kurang (lebih) baik dalam mengupayakan sesuatu. Rasa kecewa itu muncul saat tidak tercapainya sesuatu sesuai dengan ekspetasi yang selama ini kita bayangkan.


Rasa kecewa itu bisa mengundang emosi-emosi lainnya seperti sedih dan marah. Semua perasaan yang kita rasakan itu wajar dan kita tentu harus memvalidasi semua perasaan yang kita rasakan. Namun menurut Greenberg dan Watson (2006) pada intensitas yang berlebihan emosi marah bisa menjadi sangat merusak dan berbahaya. Tidak jarang rasa kecewa itu dapat membuat kita menyalahkan segala hal, mulai dari situasi atau keadaan, orang lain bahkan diri sendiri.



Tapi bagaimana kalau kita sudah terlanjur menyalahkan diri sendiri atas suatu kesalahan atau kegagalan yang kita alami?


Tapi pada hakikatnya, menyalahkan sesuatu atas kegagalan yang dialami adalah hal yang sia-sia. Dibandingkan menyalahkan sesuatu, lebih baik dari kegagalan dan rasa kecewa itu kita belajar bagaimana melewati semua itu. Setelah itu kita akan menerima hal tersebut dan mulai memaafkan diri kita sendiri. Memaafkan diri sendiri untuk tidak terlalu keras pada diri kita. Dengan memaafkan diri kita sendiri, kita juga satu langkah dalam mengenal diri kita lebih dalam.



Inget kawan-kawan, dengan memulai dari mengenal diri sendiri lalu memaafkan diri sendiri, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik untuk sekitar kita dan jadi mudah untuk memaafkan orang lain ヾ๑ˊᵕˋ๑◞♡



᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃


Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari Satu Persen dengan follow instagram Satu Persen disini. Aku harap artikel ini bisa bermanfaat dan lewat membaca artikel ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya sama kayak tagline-nya Satu Persen.



Referensi :

Brockmeyer, T., Zimmermann, J., Kulessa, D., Hautzinger, M., Bents, H., Friederich, H. C., Herzog, W., & Backenstrass, M. (2015). Me, myself, and I: Self-referent word use as an indicator of self-focused attention in relation to depression and anxiety. Frontiers in Psychology, 6(OCT), 1–10. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.01564

Rita, S., Desma, H., & Eka, F. (2014). Perasaan terluka membuat marah. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 10(2), 103–109.


47 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page